Senin, 13 Juli 2015

Resensi Buku



Terapi Penyakit Hati

Judul: Al-Hikam
Penulis: Ali Ibn Abi Thalib
Penerbit: Zaman, Jakarta
Terbitan: Mei 2015
Tebal: 178 halaman
ISBN: 978-602-290-042-9
Peresensi: Zaitur Rahem *

Kehadiran bulan puasa pada tahun ini memiliki keistimewan sebagaimana puasa pada bulan-bulan sebelumnya. Substansi disyariatkannya puasa, dalam pandangan sejumlah ulama salafu as-saleh untuk memurnikan dan menjernihkan jiwa raga manusia (muslimîn). Puasa itu adalah obat bagi berbagai penyakit. Puasa media interaksi sosial tingkat tinggi. Puasa, cara Tuhan mendekatkan hamba dengan dirinya. Puasa yang memberikan manfaat dimensional itu tentu jika bisa difahami dengan benar oleh pemeluknya. Buku Al-Hikam Ali Ibn Abi Thalib ini cocok menjadi teman sepnjang hari di bulan suci ramadhan ini. Al-Hikam Ali ini sebuah untaian nasehat penenang jiwa raga. Obat bagi jiwa yang gelisah/galau/pedih/, dan pencerah bagi jiwa yang terbelenggu nafsu duniawi.
Al-Hikam Ali Ibn Abi Thalib ini sebenarnya adalah kumpulan perkataan bernilai Sayyidina Ali. Perkataan Ali Ibn Ali Abi di didalam buku setebal 178 halaman ini adalah usaha dari penyunting mengoleksi sejumlah perkataan Ali r.a. Dalm khazanah Islamiyah (tradisi keilmuan umat Islam), Ali Ibn Abi Thalib termasuk sahabat nabi Muhammad Saw yang fasih dan halus dalam merangkai kata bijak. Untaian kata-kata Ali bin Abi Thalib dipandang sejumlah sahabat sangat kuat. Makna dan untaian balaghahnya (tata bahasa) bagus. Untaian kata dengan energi tata bahasa yang maksimal ini dianggap sangat istimewa. Apalagi, setelah dilakukan analisa, makna substantif dari perkataan Ali Ibn Abi Thalib seiring dengan konteks di lapangan.
Sesuai dengan temanya, Al-Hikam Ali Ibn Abi Thalib ini adalah sejumlah kalimat bertuah berbahasa arab. Karya ini menjadi sangat istimewa karena dari 178 halaman, untaian kata-kata berhikmah tertulis dalam satu halaman penuh. Penyunting melepas kata berbahasa arab dengan terjemahan sekedarnya saja. Tidak ada analisa yang sifatnya naratif terhadap teks maqal (perkataan) Ali Ibn Abi Thalib r.a. Sehingga, Pembaca bisa leluasa untuk menafsirkan perkataan Ali dalam al-Hikam ini sesuai dengan konteks yang dihadapi. Yang pasti, dari sekian butir kata hikmah Ali adalah nasehat penyejuk jiwa. Pembaca bisa melacak butir kata sesuai dengan konteks yang dibutuhkan. Misalnya untuk hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Di dalam karya Al-Hikam ini ditulis perkataan Ali Ibn Abi Thalib bahwa ilmu memiliki tempat lebih tinggi dari materi (harta benda). Sebab, ilmu bisa mengarahkan pemiliknya menjadi manusia berwibawa. “Al-‘Alim Ya’rifu al-Jahilu Liannahû Jâhilân Wa Al-Jâhilu La Ya’rifu al-‘Alim Liannahû Lam Yakun ‘Âliman ( Orang pandai (berilmu) mengenali orang bodoh karena ia pernah menjadi orang bodoh. Orang bodoh tidak akan mengenali orang pandai karena dia tidak pernah merasa pandai)” (hlm. 125-130).
Al-Hikam Ali Ibn Abi Thalib ini memang agak berbeda dengan kitab Al-Hikam Ibnu Athaillah. Selama ini, kitab Al-Hikam Ibnu Athaillah lebih banyak dipelajari di berbagai majelis-majelis (forum). Bahkan, karya Ibnu Athaillah sudah banyak dikupas dengan berbagai sudut pandang oleh para ahlinya. Meski demikian, Al-Hikam Ali Ibn Abi Thalib ini tak kalah bergengsinya dengan Al-Hikam karya Ibn Athaillah. Sebab, kata-kata pilihan Ali Ibn Athaillah adalah untaian bahasa yang memikat. Baik dari sisi kata dan maknanya. Sayangnya, tidak adanya analisa dari sejumlah ulama dari setiap kata hikmah Ali terkesan dangkal. Membiarkan Pembaca menafsir sendiri maqal sah-sah saja. Akan tetapi, membiarkan penafsiran yang keliru bisa menjadikan kata hikmah Sayyidina Ali Ibn Abi Thalib ini akan jauh dari makna substansialnya. “Ucapan orang bijak, jika benar menjadi obat. Jika salah, menjadi penyakit” (hlm. 153) .
Terlepas dari kekurangan dan kelebihannya, karya ini patut diapresiasi. Setidaknya, kehadiran karya ini akan mendekatkan kaum muslimîn dengan sahabat khulafaur ar-râsyidîn (Pemimpin terbaik pilihan). Ali Ibn Abi Thalib adalah sosok sahabat sekaligus keluarga nabi Muhammad Saw yang berjasa dalam mendakwahkan ajaran agama Islam. Martin Lings (1909-2005 M) menyebut Ali Ibn Abi Thalib sbagai tokoh penyelamat Nabi saat orang Quraisy hendak membunuh Muhammad Saw. (2002:89) Pada momentum bulan suci ramadlan ini, Al-Hikam Ali Ibn Abi Thalib  sangat tepat untuk menjadi bahan kajian. Setidaknya menjadi pisau kritis atas perilaku selama menjalani proses interaksi sosial. Selamat menjalankan ibadah puasa.


*Dosen Institut ilmu Keislaman Annuqayah (Instika), Guluk-guluk Sumenep

Dimuat di Kotan Kabar Madura

Tidak ada komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
Hidup adalah perjuangan ...