Terapi Penyakit
Hati
Judul: Al-Hikam
Penulis: Ali Ibn Abi Thalib
Penerbit: Zaman, Jakarta
Terbitan: Mei 2015
Tebal: 178 halaman
ISBN: 978-602-290-042-9
Penulis: Ali Ibn Abi Thalib
Penerbit: Zaman, Jakarta
Terbitan: Mei 2015
Tebal: 178 halaman
ISBN: 978-602-290-042-9
Peresensi: Zaitur Rahem *
Kehadiran bulan puasa pada tahun ini memiliki keistimewan sebagaimana
puasa pada bulan-bulan sebelumnya. Substansi disyariatkannya puasa, dalam
pandangan sejumlah ulama salafu as-saleh untuk memurnikan dan
menjernihkan jiwa raga manusia (muslimîn). Puasa itu adalah obat bagi
berbagai penyakit. Puasa media interaksi sosial tingkat tinggi. Puasa, cara
Tuhan mendekatkan hamba dengan dirinya. Puasa yang memberikan manfaat
dimensional itu tentu jika bisa difahami dengan benar oleh pemeluknya. Buku Al-Hikam
Ali Ibn Abi Thalib ini cocok menjadi teman sepnjang hari di bulan suci
ramadhan ini. Al-Hikam Ali ini sebuah untaian nasehat penenang jiwa raga. Obat
bagi jiwa yang gelisah/galau/pedih/, dan pencerah bagi jiwa yang terbelenggu
nafsu duniawi.
Al-Hikam Ali Ibn
Abi Thalib ini sebenarnya adalah
kumpulan perkataan bernilai Sayyidina Ali. Perkataan Ali Ibn Ali Abi di didalam
buku setebal 178 halaman ini adalah usaha dari penyunting mengoleksi sejumlah
perkataan Ali r.a. Dalm khazanah Islamiyah (tradisi keilmuan umat Islam), Ali
Ibn Abi Thalib termasuk sahabat nabi Muhammad Saw yang fasih dan halus dalam
merangkai kata bijak. Untaian kata-kata Ali bin Abi Thalib dipandang sejumlah
sahabat sangat kuat. Makna dan untaian balaghahnya (tata bahasa) bagus. Untaian
kata dengan energi tata bahasa yang maksimal ini dianggap sangat istimewa.
Apalagi, setelah dilakukan analisa, makna substantif dari perkataan Ali Ibn Abi
Thalib seiring dengan konteks di lapangan.
Sesuai dengan temanya, Al-Hikam Ali Ibn Abi Thalib ini adalah
sejumlah kalimat bertuah berbahasa arab. Karya ini menjadi sangat istimewa
karena dari 178 halaman, untaian kata-kata berhikmah tertulis dalam satu
halaman penuh. Penyunting melepas kata berbahasa arab dengan terjemahan
sekedarnya saja. Tidak ada analisa yang sifatnya naratif terhadap teks maqal
(perkataan) Ali Ibn Abi Thalib r.a. Sehingga, Pembaca bisa leluasa untuk
menafsirkan perkataan Ali dalam al-Hikam ini sesuai dengan konteks yang
dihadapi. Yang pasti, dari sekian butir kata hikmah Ali adalah nasehat penyejuk
jiwa. Pembaca bisa melacak butir kata sesuai dengan konteks yang dibutuhkan.
Misalnya untuk hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Di dalam karya
Al-Hikam ini ditulis perkataan Ali Ibn Abi Thalib bahwa ilmu memiliki tempat
lebih tinggi dari materi (harta benda). Sebab, ilmu bisa mengarahkan pemiliknya
menjadi manusia berwibawa. “Al-‘Alim Ya’rifu al-Jahilu Liannahû Jâhilân Wa
Al-Jâhilu La Ya’rifu al-‘Alim Liannahû Lam Yakun ‘Âliman ( Orang pandai
(berilmu) mengenali orang bodoh karena ia pernah menjadi orang bodoh. Orang
bodoh tidak akan mengenali orang pandai karena dia tidak pernah merasa pandai)”
(hlm. 125-130).
Al-Hikam Ali Ibn
Abi Thalib ini memang agak berbeda
dengan kitab Al-Hikam Ibnu Athaillah. Selama ini, kitab Al-Hikam Ibnu Athaillah
lebih banyak dipelajari di berbagai majelis-majelis (forum). Bahkan, karya Ibnu
Athaillah sudah banyak dikupas dengan berbagai sudut pandang oleh para ahlinya.
Meski demikian, Al-Hikam Ali Ibn Abi Thalib ini tak kalah bergengsinya
dengan Al-Hikam karya Ibn Athaillah. Sebab, kata-kata pilihan Ali Ibn Athaillah
adalah untaian bahasa yang memikat. Baik dari sisi kata dan maknanya. Sayangnya,
tidak adanya analisa dari sejumlah ulama dari setiap kata hikmah Ali terkesan
dangkal. Membiarkan Pembaca menafsir sendiri maqal sah-sah saja. Akan
tetapi, membiarkan penafsiran yang keliru bisa menjadikan kata hikmah Sayyidina
Ali Ibn Abi Thalib ini akan jauh dari makna substansialnya. “Ucapan orang
bijak, jika benar menjadi obat. Jika salah, menjadi penyakit” (hlm. 153) .
Terlepas dari kekurangan dan kelebihannya, karya ini patut diapresiasi.
Setidaknya, kehadiran karya ini akan mendekatkan kaum muslimîn dengan sahabat khulafaur
ar-râsyidîn (Pemimpin terbaik pilihan). Ali Ibn Abi Thalib adalah
sosok sahabat sekaligus keluarga nabi Muhammad Saw yang berjasa dalam
mendakwahkan ajaran agama Islam. Martin Lings (1909-2005 M) menyebut Ali Ibn
Abi Thalib sbagai tokoh penyelamat Nabi saat orang Quraisy hendak membunuh
Muhammad Saw. (2002:89) Pada momentum bulan suci ramadlan ini, Al-Hikam Ali
Ibn Abi Thalib sangat tepat untuk
menjadi bahan kajian. Setidaknya menjadi pisau kritis atas perilaku selama menjalani
proses interaksi sosial. Selamat menjalankan ibadah puasa.
*Dosen Institut ilmu Keislaman Annuqayah (Instika), Guluk-guluk Sumenep
Dimuat di Kotan Kabar Madura
Tidak ada komentar:
Posting Komentar