Senin, 20 Juli 2015

Menikah itu Menyenangkan



Judul: Pre Wedding in Chaos
Penulis:Elsa Puspita
Penerbit:Bentang, Yogyakarta
Cetaka: Pertama, Oktober 2014
Tebal: vi+286  halaman
ISBN: 978-602-291-056-5
Peresensi: Zaitur Rahem *

Pernikahan merupakan media sakral. Sebab, kepentingan menikah sangat dimensional. Untuk mengikat hubungan hati, membangun iklim keluarga, bersosial, dan mempersiapkan generasi terbaik. Buku ini berkisah tentang pernak-pernik pernikahan. Dari pra nikah, prosesi nikah, dan pasca menikah. Sedikit membuat kepala pening, memang saat mengurai banyak hal yang harus dipersiapkan dalam pernikahan. Akan tetapi, kisah manis-pahit pernikahan begitu indah. Setidaknya ungkapan ini karena terpaut gambaran kisah-kisah di dalam cerita karya ini.
Pre Wedding in Cahos ini bermula dari cerita Aria, remaja gaul yang memiliki cinta tapi takut menikah. Kekhawatiran melanjutkan hubungan cinta ke arah lebih serius menjadi cambuk bagi Aria. Padahal, banyak pihak keluarga yang menyarankan agar dia segera menikah. Saran tersebut karena mempertimbangkan banyak faktor. Diantaranya, faktor usia, hubungan cinta dengan sang pacar, dan lebih-lebih faktor budaya. Yaitu, Aria adalah saudara tertua dari sejumlah saudara-saduranya yang kebetulan juga seorang perempuan. Dalam lingkungan cewek gaul ini, seorang adik tidak bisa melangsungkan prosesi pernikahan selama saudara yang lebih tua belum menikah. Sehingga, setiap saat Aria diminta untuk segera melaksanakan pernikahan dengan pria yang dia sukai.
“Ayo, segera menikah!” kata-kata terus mengisi hari-hari Aria. Tidur menjadi tidak nyaman, beraktifitas terhantui rasa bersalah, beban berat dan perasaan kusut yang tidak tahu apa sebab dan jawabannya. Menikah, menikah, menikah. Kata-kata itu menikam Aria, melukai dan darahnya muncrat ke lembaran-lembaran hidup yang dia jalani-jalani. Menikah baginya pasti. Akan tetapi, banyak hal yang masih menggerogoti otaknya. Bagaimana menjalani pernikahan dengan seorang lelaki yang berbeda karakter. Meski dia pacar yang lama menanti. Menikah bukan sekadar urusan seks. Akan tetapi, jauh dari kepentingan biologis tersebut, menikah adalah berusaha menyatukan dua pandangan yang berbeda-beda.
Karya ini memang lepas. Pembaca diajak berdialog dengan problematika hidup yang serba rumit. Masa remaja adalah masa emas. Tidak semua orang mau melepasnya begitu sja. Elsa Puspita, substansinya mengajak kalangan remaja untuk berpikir jernih sebelum menentukan pilihan melepas masa lajang. Namun, sayang seribu sayang, meski sudah hati-hati menentukan pilihan terkadang campur tangan keluarga merusak segalanya. Aria tepaksa mengajak Raga kekasihnya untuk menikah saja. Ahai ahai, kisah dalam novel ini sepintas ada aroma jenaka. Namun, sisi edukatif dan gengsi sosialnya tinggi.
Ketika hasrat tidak terkendali, menikah menjadi salah satu pilihan paling baik. Meski menyesakkan dada, Aria dan kekasihnya harus memilih menikah. Siap tidak siap, menikah akan dirasakan semua manusia yang normal. Mereka akan menjalani meski dalam waktu yang sulit diterima akal. Semisal, menikah di usia tua. Menikah bukan momentum menakutkan. Menikah adalah ajaran manusia hamba pilihan Tuhan. Mereka menikah untuk memperkuat basis kehambaan. Menikah yang diawali dengan niat baik akan berujung kepada ketenangan batin. Demikian sebaliknya, menikah karena hanya mengikuti hawa nafsu akan membawa petaka. Hidup menjadi sangat indah ketika sudah menjalani pernikahan dalam bahtera keluarga. Selamat membaca!

*Dosen Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA), Guluk-guluk. Email: zaitur_rahem@yahoo.co.id

Tidak ada komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
Hidup adalah perjuangan ...