Proklamasi
dan NKRI
Oleh Zaitur
Rahem
Bulan
agustus, tahun 2015 ini kembali tiba. Pada momentum ini, masyarakat Indonesia
memiliki agenda mahapenting. Memperingati hari kemerdekaan tanah air. Sebuah
simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada tahun 2015
ini, hari kemerdekaan Indonesia mencapai usia ke 70 tahun. Memperingati hari
kemerdekan saban tahun menjadi mulia karena memiliki banyak alasan, nilai,
manfaat dan tujuan. Diantara sekian alasan tersebut, pada momentum hari
kemerdekaan ini menjadi refleksi untuk menyegarkan kembali ruh perjuangan Pejuang.
Orang-orang yang rela mati untuk mengembalikan kebebasan tanah pertiwi dari
cengkeraman penjajah. Sejarah mengajarkan, bangsa ini telah melakukan proses
panjang melawan belenggu penjajah.
Penderitaan
dialami bangsa ini hampir tiga setengah abad lamanya. Hari ini, kita bisa
membayangkan, betapa tidak nyaman, sedih dan tercekik hidup dalam tekanan para
penjajah. Mendengarkan cerita mulut ke mulut nenek dan orang sepuh kita,
penjajah sangat kejam. Orang-orang di republik ini dipekerjakan layaknya budak
belian sebagaimana masa-masa kerajaan masa silam. Kerja keras orang pribumi
dimanfaatkan bagi kepentingan para penjajah. Persediaan makanan sangat
terbatas, ancaman senapan, dan bom mengintai setiap detik. Nyawa terkadang
meregang begitu saja. Memilukan.
Rekam
jejak masa-masa kelam itu tentu tidak akan pernah hilang dari catatan sejarah
republik ini. Kemerdekaan ada karena ada perlawanan panjang dari bangsa
Indonesia terhadap para penjajah. Dedikasi pemikiran, tenaga dan materi yan
diberikan sungguh sangat bernilai. Mereka (para pejuang) adalah orang-orang
hebat yang akan terus dikenang sepanjang masa. Setidaknya, pada setiap
peringatan hari kemerdekaan ini para Pejuang kita akan kembali hidup dalam hati
bangsa Indonesia. Para Pejuang kemerdekaan menginginkan generasinya lebih giat
membebaskan diri dari kekurangan. Hidup
di masa kemerdekaan sama berat dengan masa penjajahan. Sebab, musuh yang
dihadapi bersifat non-fisik.
Penajajahan
dalam bentuk non-fisik salah satunya berupa gempuran informasi dan tekhnologi.
Gagap informasi dan gagap tekhnologi merupakan masalah besar di negeri ini.
Memang, sifatnya sangat kasuistik. Akan tetapi, menjadi sangat rumit jika
dibiarkan berlalu begitu saja. Dari sekian juta warga di negeri ini, aktifitas
sosial masih dikerjakan secara konvensional. Meski, praktisnya, yang
konvensional jauh lebih hemat dan murah. Ambil contoh, masyarakat pedagang di
kawasan Madura jarang mempergunakan jaringan tehnologi informasi untuk
memasarkan produknya. Sehingga, pasar hanya terbaca di kawasan sangat terbatas.
Padahal, dunia sudah memasuki abad super maju. Zaman purba sudah berlalu. Tahun
ini, pada momentum kemerdekan NKRI ke 53 ini, pembebasan diri dari belenggu
masa lalu harus segera diluruskan. Kemajuan zaman, dengan kesempurnaan produk
tekhnologi menjadi acuan menata masa depan bangsa lebih bermartabat.
NKRI saja
Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah miniatur final bagi bangsa Indonesia.
Konsep negara kesatuan ini sejak awal hingga saat ini mampu mengikat keragaman
budaya, suku, agama, ras, bahasa dan etnis di nusantara menjadi kuat. Dengan
dasar negara pancasila dan UUD’45, NKRI semakin terlihat berdaulat. Hadir dan
munculnya berbagai kelompok yang mencoba merongrong kesaktian konsep NKRI ini
harus dipertanyakan. Alasannya sangat sederhanya, konsep seperti apa yang bisa
menandingi konsep negara kesatuan republik Indonesia. Sehingga, dengan alasan
apapun oknum/kelompok yang meragugukan kedahsyatan NKRI seharusnya segera
kembali ke jalan yang benar. Atau jika mereka
tetap dengan prinsipnya, sejarah akan mencatat sebagai salah satu bagian dari
penghianatan terhadap bangsa dan negara ini.
Tulisan
ini tidak bermaksud mengkaji tantangan fenomenologis konsep NKRI, namun lebih
pada pemantapan universalitas nilai dari konsep NKRI. NKRI sebagai konsep
negara Indonesia sudah final. Pancasila, UUD, dan NKRI adalah harga mati. Tidak
ada ruang lagi untuk dirubah. Yang terpenting hari ini adalah mencari sisi
integratif dari nilai-nilai luhur konsep negara kesatuan ini. Diantaranya,
nasionalisme dan pluralisme. Nasionalisme menjadi sangat penting untuk terus
dikaji karena memiliki banyak tujuan. Pertama, rasa memiliki terhadap tanah
air. Semua yang ada di atas tanah Indonesia, baik berupakan kekayaan alam,
budaya, dan SDM menjadi perhatian priorotas. Artinya begini, produk tanah
air bisa terkelola dengan baik. Budaya
Indonesia yang ada dilestarikan, dikembangkan, dan bisa beraktualisasi dengan
kebudayaan global. Dengan demikian, maka rasa nasionalisme yang dimaksudkan
menjadi hidup. Karena, ada komponen kreatif dan inovatif.
Kedua,
pluralisme. Pluralisme secara linguistik bisa diterjemahkan dengan kemajemukan
dalam kehidupan berbangsa. Meski selama ini, pluralisme dikaitakan dengan
kemajemukan dalam berkeyakinan. Sentuhan pluralisme beragama dalam bingkai NKRI
adalah menjaga kerukunan tanpa henti. Agama adalah penyelamat. Masyarakat NKRI
dengan keyakinan berbeda-beda saling menyelamatkan saudara yang lain. Jauh dari
kepentingan yang sifatnya metafisik, maka pluralisme ini esensinya adalah
menjadi jembatan pemersatu semua keragaman di bumi Indonesia. Beragam tapi
bersatu.
Kabar
tentang konflik kelompok yang melukai bangunan kerukunan kita harapkan tidak
akan terulang kembali. Sekali lagi, alasannya sangat sederhana, bersama-sama
hidup dalam cinta kasih dan kedamaian itu jauh lebih indah. Perserteruan hanya
akan memangkas persahabatan. Para pendiri bangsa ini sudah mengajarkan
raktyatnya untuk bersatu. Pancasila menjadi lambang maha penting akan
kebersamaan seluruh komponen bangsa ini. Bhinnika Tunggal Ika. Di hari
proklamasi ini, mari kita dalami makna substantif falsafah negara. Nilai-nilai
suci Pancasila bisa mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentu, semua
itu meminta ketulusan bagi semua pecintanya. Selamat hari kemerdekaan RI ke 53.
Jayalah Indonesia!
*Dosen
Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika), Guluk-guluk Sumenep