Minggu, 15 Juli 2018

Resensi Radar Madura, MENEMPATKAN INDONESIA DALAM HATI

MENEMPATKAN INDONESIA DALAM HATI

Judul: Nasionalisme Supremasi Perpolitikan Negara
Penulis: Dr. Thomas T. Pureklolon, M.Ph., M.M., M.Si.
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Terbitan: 2017
Tebal: vii+356 halaman
ISBN: 978-602-03-6656-2
Peresensi: Zaitur Rahem*

Nasionalisme menjadi pilar penting bagi kedaulatan bangsa Indonesia. Ketahanan, dalam semua dimensinya perlu diperkuat di tengah arus globalisasi yang masuk ke semua ruang sosial di Republik ini. Nasionalisme yang secara sederhana dimaknai mencintai tanah air, membutuhkan perwujudan nyata dari semua komponen masyarakat. Nasionalisme adalah jawaban atas setiap tantangan sosial yang saat ini sedang dihadapi bangsa Indonesia. Nasionalisme yang sesungguhnya adalah kesadaran mengabdi, berbakti, dan memberikan yang terbaik bagi tanah yang kita diami ini. Buku ini menghadirkan sejuta pesan dan ajakan moral tentang bagaimana memaknai nasionalisme dalam bingkai keindonesiaan. Mencintai tanah air Indonesia, meniscayakan satu kesadaran total. Yatu, memahami Indonesia dalam segala praktik kebhinnekaannya.
Term nasionalisme menjadi senjata paling sakti saat bangsa Indoensia dirundung penjajahan. Selama beratus-ratus lamanya, bangunan nasionalisme bangsa ini berjalanan di bawah tanah. Tekanan kuasa penjajahan menjadikan lini-lini nasionalisme bergerak sangat lambat. Namun, tidak pudar hanya karena ancaman senapan para penjajah. Rasa memiliki terhadap tanah air tak pernah padam. Bangsa Indonesia, dengan segenap jiwa dan raga menjaga nasionalisme dalam wujud perlawanan terhadap penjajah. Nafas nasionalisme menyeruak sangat cepat ke semua penjuru Indonesia, dan menjelma perjuangan merebut kemerdekaan. Bangsa Indonesia menjadi sangat kuat karena spirit nasionalisme menggelora menjadi bagian dari kehidupannya. Nasionalisme adalah diri. Ketika diri terancam maka akan melakukan gerakan penyelamatan.
Spirit nasionalisme terbangun kuat sejak awal bangsa Indonesia merengkuh kemerdekaannya. Jalinan rasa nasionalisme menjadi landasan prinsipil yang menyatukan keberagaman masyarakat Indonesia. Perbedaan menjadi warna-warni nasionalisme khas keindonesiaan. Realitas kehidupan berbangsa dan bernegara dengan nasionalisme kuat ini menjadi modal besar menjaga ketahanan di semua sektor Indonesia. Karya Dr. Thomas ini mengkampanyekan tentang rasa nasionalisme yang harus mengakar kuat. Dikembangkan dalam berbagai dimensi kehidupan keindonesiaan (hlm. 89). Kesadaran mengembangkan nasionalisme  keindonesiaan ini pada puncaknya akan membentuk pribadi bangsa yang mapan dan berkeadaban. Satu hal yang perlu diwaspadai dewasa ini, gerakan anti keindonesiaan dengan aneka rupanya. Nasionalisme menadi kunci dan jawaban membendung gerakan-gerakan anti NKRI tersebut.

Pendidikan Keindonesiaan
Indonesia adalah mutiara yang bisa dibincang dalam sudut keilmuan. Kawasan yang membentang luas, dari Sabang hingga Merauke menjadi wawasan keilmuan bagi bangsa Indonesia. Kawasan di Indonesia memiliki potensi-potensi kebudayaan, alam, pendidikan, bahasa dan agama yang sangat kompleks. Ditambah, kekayaan kuliner dan kerajinan yang selama ini menjadi lirikan banyak peminat di luar Indonesia. Potensi yang termaktub di semua kawasan Indonesia i kajian akademik dan bisa diajarkan kepada semua generasi di Indonesia. Bahwa, memunculkan aneka potensi kawasan dalam wawasan keilmuan menjadi sesuatu yang sangat penting. Wawasan akademik tersebut bisa berupa nilai-nilai (epistemologis) yang didapatkan dari setiap potensi kawasan. Artinya, potensi yang ada di kawasan Indonesia hendaknya bisa dirawat dan dikembangkan. Menjual wawasan ke pasar global menjadi strategi jitu, bukan menjual potensi material yang menjadi potensi suatu kawasan. Alasannya, material sangatlah terbatas. Apabila modal material di kawasan dikeruk, maka akan habislah kekayaan itu.
Pendidikan tentang Keindonesiaan penting diajarkan kepada semua generasi di kawasan ini. tujuannya sangat sederhana, agar semangat menjungjung tinggi falsafah keindonesiaan bisa mengubur kepentingan-kepentingan kelompok. Pendidikan keindonesiaan itu bisa dimulai dari hal-hal dasar tentang pilar negara Indonesia. Semua bangsa Indonesia menyadari, bahwa pancasila menjadi dasar negara yang sangat sakti. Pancasila menjadi ruh dalam setiap perilaku berkehidupan di kawasan Indoensia. Nilai-nilai luhur yang terkuak dalam setiap sila Pancasila membuktikan kesaktiannya hingga abad ini. Pancasila menyatukan perbedaan dan keragaman bangsa Indonesia. Keragaman di kawasan Indonesia menjadi sesuatu yang sangat indah dalam bingkai bhinneka tunggal ika. Tawaran-tawaran pendidikan keindonesiaan semcam ini terus disampaikan kepada semua pihak dalam berbagai ruang kehidupan. Karena, memahami Indonesia sepenuh hati akan memantapkan nasionalisme kita, sebagaimana pesan dari karya setebal 356 halaman ini.  


* Mahasiswa Program Doktor UIN Sunan Ampel Surabaya. Email: kaduara@gmail.com









Kamis, 12 Juli 2018

MELAMPAUI MAKNA ‘SEBATAS HIDUP’, buku The Art of Living, http://harianbhirawa.com/2018/07/melampaui-makna-sebatas-hidup/



MELAMPAUI MAKNA ‘SEBATAS HIDUP’

Judul: The Art of Living
Penulis: Eric Fromm
Penerbit: Baca
Terbitan: Maret 2018
Tebal: 244 halaman
ISBN: 978-602-6486-14-1
Peresensi: Zaitur Rahem*
           
Beban hidup, bagi manusia bernalar sempit menjadi ancaman yang membahayakan. Sejumlah aktifitas hidup akan bergerak melampaui substansi makna. Hidup sekedar hidup. Tanpa, memikirkan hidup dalam domain epistemologisnya. Realitas ini sudah hadir menjadi wajah baru dalam kehidupan masyarakat Modern. Hidup hidonis, kompetisi-arogan, dan selera kapitalisme tingkat tinggi. Buku karya Eric Fromm ini menjadi pecut-pedih bagi perikehidupan manusia ‘galau’. Analisa yang dihadirkan menjadi potret sosial dengan sejumput patologi-kronis. Namun, juga memunculkan spirit baru menjembatani kepentingan-kepentingan manusia yang hidup dalam zaman modern.
Fromm mengantar dan menghantarkan satu pola pemikiran ilmiah tentang masyarakat zaman ini. Peta kehidupan masyarakat yang disinyalir akan begerak mengikuti trend zamannya sudah tiba. Tahapan-tahapan perubahan mengisi semua ruang hidup dan kehidupan manusia. Baik dalam ruang internal dan eksternal kehidupan manusia. Kemajuan pemikiran, materi, material menjadi konstruk tak terpisahkan dalam dinamika hidup manusia. Setiap zaman memiliki kemajuan dan potensi generasinya. Kemajuan dan perubahan dimensi-dimensi hidup manusia menjadi gerak simultan yang terus terwariskan dalam setiap tahapannya. Hari ini, irama kehidupan itu tersambung kembali dan rasanya semakin kuat perhelatannya.
 Beda zaman beda pula karakteristik manusia dan kepentingannya. Manusia modern dewasa ini memiliki gaya hidup tingkat tinggi, konsumerisme. Gairah melampiaskan gaya belanja, makan, dan perilaku menjadi sesuatu yang sangat niscaya (hlm. 67-70). Gairah konsumerisme ini didorong tekanan jiwa dan ruang sosial yang kompetitif. Kebutuhan dan kepentingan sosial terkadang memaksa seseorang melakukan sesuatu di luar potensi-sadarnya. Sehingga, pola hidup yang mewah mengubur makna kehadiran manusia yang sesungguhnya; menjadi Penjaga bumi. Pola hidup kompetitif-konsumeris sudah mengubah tekstur pemikiran manusia. Kesenjangan sosial menjadi jurang menganga antara menjadi sesutau yang bernilai dalam hidup ke arah memiliki kehidupan. Pertarungan kuasa dalam ruang sosial semacam ini terjadi hampir dalam setiap generasi di zaman modern ini. Pada praktik yang sangat ganas, saling sikat-sikut menjadi tradisi untuk mencapai kepentingan hidup. Eric Fromm dalam karya setebal 244 halaman ini mengingatkan Pembaca untuk cerdas membaca realitas hidup di zaman ini. Bahwa, hidup tak selamanya hanya untuk hidup. Akan tetapi, hidup untuk memberikan kehidupan bagi yang hidup.
Pertarungan hidup memang hukum alam. Manusia yang hidup akan berkutat dengan persoalan kehidupannya. Praktik-praktik penyakit sosial, dalam pandangan Eric bukan sesuatu yang menakutkan. Sebab, semua praktik tidak normal tersebut bisa diselesaikan. Seseorang bisa mengubah hidupnya selama memiliki keinginan untuk berubah. Semua bisa dilakukan, dengan catatan memiliki semangat untuk menjadi. Konsepsi menjadi ala Formm ini akan mengantarkan setiap orang meraih sesuatu yang menjadi keinginannya. Harus disadari, hidup tak selamanya berjalan lurus. Manusia akan mengalami dua sisi yang berseberangan dalam kehidupannya. Dua sisi ini menjadi perangkat hirarkhis selama seseorang menjalani kehidupannya. Sekedar contoh, dalam teori ekonomi barang akan terus laku jika ada konsumen yang membutuhkan. Semakin banyak kebutuhan, barang yang ada semakin laku terjual.
Karya Eric Formm ini menarik menjadi bahan bacaan masyarakat Indonesia. Setidaknya, tawaran konsep di dalam buku bisa menawarkan ‘rasa pening’ memikirkan persoalan hidup yang semakin sulit. Tekanan ekonomi dan ruang profesi sosial membutuhkan kesiapan mental dan keahlian. Setiap orang lahir dengan potensi. Sehingga, semua bisa berbuat yang terbaik dalam kehidupannya; The Art of Living. Kedalaman ijtihad ilmiah Eric Formm mengubur sejumlah kekurangan dalam ulasan karya ini.


*Dosen Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (INSTIKA) Guluk-guluk Sumenep Madura. Email: kaduara@gmail.com








Resensi





Sabtu, 29 Agustus 2015

OPINI/dimuat di Koran KABAR MADURA/29-8-2015



Proklamasi dan NKRI
Oleh Zaitur Rahem
Bulan agustus, tahun 2015 ini kembali tiba. Pada momentum ini, masyarakat Indonesia memiliki agenda mahapenting. Memperingati hari kemerdekaan tanah air. Sebuah simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada tahun 2015 ini, hari kemerdekaan Indonesia mencapai usia ke 70 tahun. Memperingati hari kemerdekan saban tahun menjadi mulia karena memiliki banyak alasan, nilai, manfaat dan tujuan. Diantara sekian alasan tersebut, pada momentum hari kemerdekaan ini menjadi refleksi untuk menyegarkan kembali ruh perjuangan Pejuang. Orang-orang yang rela mati untuk mengembalikan kebebasan tanah pertiwi dari cengkeraman penjajah. Sejarah mengajarkan, bangsa ini telah melakukan proses panjang melawan belenggu penjajah.
Penderitaan dialami bangsa ini hampir tiga setengah abad lamanya. Hari ini, kita bisa membayangkan, betapa tidak nyaman, sedih dan tercekik hidup dalam tekanan para penjajah. Mendengarkan cerita mulut ke mulut nenek dan orang sepuh kita, penjajah sangat kejam. Orang-orang di republik ini dipekerjakan layaknya budak belian sebagaimana masa-masa kerajaan masa silam. Kerja keras orang pribumi dimanfaatkan bagi kepentingan para penjajah. Persediaan makanan sangat terbatas, ancaman senapan, dan bom mengintai setiap detik. Nyawa terkadang meregang begitu saja. Memilukan.
Rekam jejak masa-masa kelam itu tentu tidak akan pernah hilang dari catatan sejarah republik ini. Kemerdekaan ada karena ada perlawanan panjang dari bangsa Indonesia terhadap para penjajah. Dedikasi pemikiran, tenaga dan materi yan diberikan sungguh sangat bernilai. Mereka (para pejuang) adalah orang-orang hebat yang akan terus dikenang sepanjang masa. Setidaknya, pada setiap peringatan hari kemerdekaan ini para Pejuang kita akan kembali hidup dalam hati bangsa Indonesia. Para Pejuang kemerdekaan menginginkan generasinya lebih giat membebaskan diri dari kekurangan.  Hidup di masa kemerdekaan sama berat dengan masa penjajahan. Sebab, musuh yang dihadapi bersifat non-fisik.
Penajajahan dalam bentuk non-fisik salah satunya berupa gempuran informasi dan tekhnologi. Gagap informasi dan gagap tekhnologi merupakan masalah besar di negeri ini. Memang, sifatnya sangat kasuistik. Akan tetapi, menjadi sangat rumit jika dibiarkan berlalu begitu saja. Dari sekian juta warga di negeri ini, aktifitas sosial masih dikerjakan secara konvensional. Meski, praktisnya, yang konvensional jauh lebih hemat dan murah. Ambil contoh, masyarakat pedagang di kawasan Madura jarang mempergunakan jaringan tehnologi informasi untuk memasarkan produknya. Sehingga, pasar hanya terbaca di kawasan sangat terbatas. Padahal, dunia sudah memasuki abad super maju. Zaman purba sudah berlalu. Tahun ini, pada momentum kemerdekan NKRI ke 53 ini, pembebasan diri dari belenggu masa lalu harus segera diluruskan. Kemajuan zaman, dengan kesempurnaan produk tekhnologi menjadi acuan menata masa depan bangsa lebih bermartabat.

NKRI saja
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah miniatur final bagi bangsa Indonesia. Konsep negara kesatuan ini sejak awal hingga saat ini mampu mengikat keragaman budaya, suku, agama, ras, bahasa dan etnis di nusantara menjadi kuat. Dengan dasar negara pancasila dan UUD’45, NKRI semakin terlihat berdaulat. Hadir dan munculnya berbagai kelompok yang mencoba merongrong kesaktian konsep NKRI ini harus dipertanyakan. Alasannya sangat sederhanya, konsep seperti apa yang bisa menandingi konsep negara kesatuan republik Indonesia. Sehingga, dengan alasan apapun oknum/kelompok yang meragugukan kedahsyatan NKRI seharusnya segera kembali ke jalan yang benar.  Atau jika mereka tetap dengan prinsipnya, sejarah akan mencatat sebagai salah satu bagian dari penghianatan terhadap bangsa dan negara ini.
Tulisan ini tidak bermaksud mengkaji tantangan fenomenologis konsep NKRI, namun lebih pada pemantapan universalitas nilai dari konsep NKRI. NKRI sebagai konsep negara Indonesia sudah final. Pancasila, UUD, dan NKRI adalah harga mati. Tidak ada ruang lagi untuk dirubah. Yang terpenting hari ini adalah mencari sisi integratif dari nilai-nilai luhur konsep negara kesatuan ini. Diantaranya, nasionalisme dan pluralisme. Nasionalisme menjadi sangat penting untuk terus dikaji karena memiliki banyak tujuan. Pertama, rasa memiliki terhadap tanah air. Semua yang ada di atas tanah Indonesia, baik berupakan kekayaan alam, budaya, dan SDM menjadi perhatian priorotas. Artinya begini, produk tanah air  bisa terkelola dengan baik. Budaya Indonesia yang ada dilestarikan, dikembangkan, dan bisa beraktualisasi dengan kebudayaan global. Dengan demikian, maka rasa nasionalisme yang dimaksudkan menjadi hidup. Karena, ada komponen kreatif dan inovatif.
Kedua, pluralisme. Pluralisme secara linguistik bisa diterjemahkan dengan kemajemukan dalam kehidupan berbangsa. Meski selama ini, pluralisme dikaitakan dengan kemajemukan dalam berkeyakinan. Sentuhan pluralisme beragama dalam bingkai NKRI adalah menjaga kerukunan tanpa henti. Agama adalah penyelamat. Masyarakat NKRI dengan keyakinan berbeda-beda saling menyelamatkan saudara yang lain. Jauh dari kepentingan yang sifatnya metafisik, maka pluralisme ini esensinya adalah menjadi jembatan pemersatu semua keragaman di bumi Indonesia. Beragam tapi bersatu.
Kabar tentang konflik kelompok yang melukai bangunan kerukunan kita harapkan tidak akan terulang kembali. Sekali lagi, alasannya sangat sederhana, bersama-sama hidup dalam cinta kasih dan kedamaian itu jauh lebih indah. Perserteruan hanya akan memangkas persahabatan. Para pendiri bangsa ini sudah mengajarkan raktyatnya untuk bersatu. Pancasila menjadi lambang maha penting akan kebersamaan seluruh komponen bangsa ini. Bhinnika Tunggal Ika. Di hari proklamasi ini, mari kita dalami makna substantif falsafah negara. Nilai-nilai suci Pancasila bisa mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentu, semua itu meminta ketulusan bagi semua pecintanya. Selamat hari kemerdekaan RI ke 53. Jayalah Indonesia!
*Dosen Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika), Guluk-guluk Sumenep   

   

Mengenai Saya

Foto saya
Hidup adalah perjuangan ...