Sabtu, 29 Agustus 2015

OPINI/dimuat di Koran KABAR MADURA/29-8-2015



Proklamasi dan NKRI
Oleh Zaitur Rahem
Bulan agustus, tahun 2015 ini kembali tiba. Pada momentum ini, masyarakat Indonesia memiliki agenda mahapenting. Memperingati hari kemerdekaan tanah air. Sebuah simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada tahun 2015 ini, hari kemerdekaan Indonesia mencapai usia ke 70 tahun. Memperingati hari kemerdekan saban tahun menjadi mulia karena memiliki banyak alasan, nilai, manfaat dan tujuan. Diantara sekian alasan tersebut, pada momentum hari kemerdekaan ini menjadi refleksi untuk menyegarkan kembali ruh perjuangan Pejuang. Orang-orang yang rela mati untuk mengembalikan kebebasan tanah pertiwi dari cengkeraman penjajah. Sejarah mengajarkan, bangsa ini telah melakukan proses panjang melawan belenggu penjajah.
Penderitaan dialami bangsa ini hampir tiga setengah abad lamanya. Hari ini, kita bisa membayangkan, betapa tidak nyaman, sedih dan tercekik hidup dalam tekanan para penjajah. Mendengarkan cerita mulut ke mulut nenek dan orang sepuh kita, penjajah sangat kejam. Orang-orang di republik ini dipekerjakan layaknya budak belian sebagaimana masa-masa kerajaan masa silam. Kerja keras orang pribumi dimanfaatkan bagi kepentingan para penjajah. Persediaan makanan sangat terbatas, ancaman senapan, dan bom mengintai setiap detik. Nyawa terkadang meregang begitu saja. Memilukan.
Rekam jejak masa-masa kelam itu tentu tidak akan pernah hilang dari catatan sejarah republik ini. Kemerdekaan ada karena ada perlawanan panjang dari bangsa Indonesia terhadap para penjajah. Dedikasi pemikiran, tenaga dan materi yan diberikan sungguh sangat bernilai. Mereka (para pejuang) adalah orang-orang hebat yang akan terus dikenang sepanjang masa. Setidaknya, pada setiap peringatan hari kemerdekaan ini para Pejuang kita akan kembali hidup dalam hati bangsa Indonesia. Para Pejuang kemerdekaan menginginkan generasinya lebih giat membebaskan diri dari kekurangan.  Hidup di masa kemerdekaan sama berat dengan masa penjajahan. Sebab, musuh yang dihadapi bersifat non-fisik.
Penajajahan dalam bentuk non-fisik salah satunya berupa gempuran informasi dan tekhnologi. Gagap informasi dan gagap tekhnologi merupakan masalah besar di negeri ini. Memang, sifatnya sangat kasuistik. Akan tetapi, menjadi sangat rumit jika dibiarkan berlalu begitu saja. Dari sekian juta warga di negeri ini, aktifitas sosial masih dikerjakan secara konvensional. Meski, praktisnya, yang konvensional jauh lebih hemat dan murah. Ambil contoh, masyarakat pedagang di kawasan Madura jarang mempergunakan jaringan tehnologi informasi untuk memasarkan produknya. Sehingga, pasar hanya terbaca di kawasan sangat terbatas. Padahal, dunia sudah memasuki abad super maju. Zaman purba sudah berlalu. Tahun ini, pada momentum kemerdekan NKRI ke 53 ini, pembebasan diri dari belenggu masa lalu harus segera diluruskan. Kemajuan zaman, dengan kesempurnaan produk tekhnologi menjadi acuan menata masa depan bangsa lebih bermartabat.

NKRI saja
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah miniatur final bagi bangsa Indonesia. Konsep negara kesatuan ini sejak awal hingga saat ini mampu mengikat keragaman budaya, suku, agama, ras, bahasa dan etnis di nusantara menjadi kuat. Dengan dasar negara pancasila dan UUD’45, NKRI semakin terlihat berdaulat. Hadir dan munculnya berbagai kelompok yang mencoba merongrong kesaktian konsep NKRI ini harus dipertanyakan. Alasannya sangat sederhanya, konsep seperti apa yang bisa menandingi konsep negara kesatuan republik Indonesia. Sehingga, dengan alasan apapun oknum/kelompok yang meragugukan kedahsyatan NKRI seharusnya segera kembali ke jalan yang benar.  Atau jika mereka tetap dengan prinsipnya, sejarah akan mencatat sebagai salah satu bagian dari penghianatan terhadap bangsa dan negara ini.
Tulisan ini tidak bermaksud mengkaji tantangan fenomenologis konsep NKRI, namun lebih pada pemantapan universalitas nilai dari konsep NKRI. NKRI sebagai konsep negara Indonesia sudah final. Pancasila, UUD, dan NKRI adalah harga mati. Tidak ada ruang lagi untuk dirubah. Yang terpenting hari ini adalah mencari sisi integratif dari nilai-nilai luhur konsep negara kesatuan ini. Diantaranya, nasionalisme dan pluralisme. Nasionalisme menjadi sangat penting untuk terus dikaji karena memiliki banyak tujuan. Pertama, rasa memiliki terhadap tanah air. Semua yang ada di atas tanah Indonesia, baik berupakan kekayaan alam, budaya, dan SDM menjadi perhatian priorotas. Artinya begini, produk tanah air  bisa terkelola dengan baik. Budaya Indonesia yang ada dilestarikan, dikembangkan, dan bisa beraktualisasi dengan kebudayaan global. Dengan demikian, maka rasa nasionalisme yang dimaksudkan menjadi hidup. Karena, ada komponen kreatif dan inovatif.
Kedua, pluralisme. Pluralisme secara linguistik bisa diterjemahkan dengan kemajemukan dalam kehidupan berbangsa. Meski selama ini, pluralisme dikaitakan dengan kemajemukan dalam berkeyakinan. Sentuhan pluralisme beragama dalam bingkai NKRI adalah menjaga kerukunan tanpa henti. Agama adalah penyelamat. Masyarakat NKRI dengan keyakinan berbeda-beda saling menyelamatkan saudara yang lain. Jauh dari kepentingan yang sifatnya metafisik, maka pluralisme ini esensinya adalah menjadi jembatan pemersatu semua keragaman di bumi Indonesia. Beragam tapi bersatu.
Kabar tentang konflik kelompok yang melukai bangunan kerukunan kita harapkan tidak akan terulang kembali. Sekali lagi, alasannya sangat sederhana, bersama-sama hidup dalam cinta kasih dan kedamaian itu jauh lebih indah. Perserteruan hanya akan memangkas persahabatan. Para pendiri bangsa ini sudah mengajarkan raktyatnya untuk bersatu. Pancasila menjadi lambang maha penting akan kebersamaan seluruh komponen bangsa ini. Bhinnika Tunggal Ika. Di hari proklamasi ini, mari kita dalami makna substantif falsafah negara. Nilai-nilai suci Pancasila bisa mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara. Tentu, semua itu meminta ketulusan bagi semua pecintanya. Selamat hari kemerdekaan RI ke 53. Jayalah Indonesia!
*Dosen Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika), Guluk-guluk Sumenep   

   

Mengenai Saya

Foto saya
Hidup adalah perjuangan ...