Selasa, 28 Oktober 2008

Wartawan itu tidak boleh lelah

Wartawan tidak boleh lelah. Mungkin seperti itulah ungkapan yang pantas untuk posisiku, sebagai seorang wartawan. Hari ini, aku harus pontant panting cari berita. dapat berita, juga mendapat tugas dari atasan. Hal itu, tidak boleh aku tinggalkan. Karena, kalau dilalalaikan kepercayaan atas kesungguhan bertugas terancam luntur.
Menjadi wartawan, itu nikmat. Sehingga, dalam situasi dan kondisi apapun, seorang wartawan harus siap sedia. Pantang mundur.
28/10/2008

Di tengah lelah, aku ingat wajah adindaku. Gerimisku. Aku kangen dia. Aku rindu dengan suaranya. Dinda, kapan bisa bertemu. Kamu pernah janji, ngasih aku aku photomu. Tetapi, sampai kapan. Jangan-jangan kamu bohong?
Tapi, tidak apalah. Karena bohongmu merupakan bagian dari sayangku untukmu....!
Alah, gombal!
28/10 18:38

Senin, 27 Oktober 2008

karya sastra

Bersama Jibril
Cerpen Divana

Gemerincing lonceng itu seperti tumpah dari langit. Malam pekat. Hitam. Kota-kota bagai tenggelam dalam sapuan temaram. Dari saking hitamnya, lautan dan sungai-sungai berubah menjadi lukisan tanpa bayang. Sebuah petaka kecil dalam nuansa keindahan.
Gemerincing lonceng itu demikian nyaring. Bertalu-talu. Sangat nyaring. Melengking dari dahan ke dahan pohon, meliuk diantara supermarket, pasar, restoran dan warung-warung, hotel bertinggkat, kemudian menyusup dingin di bawah celah istana para penguasa lalu rebah begitu saja di kolong-kolong jembatan. Bunyi yang bukan sembarang bunyi, sepertinya. Malam tak peduli. Kian kelam.
Kuarahkan pandangan nun jauh di sana, pada terjalan gunung dan tebing-tebing yang memanjang tanpa batas. Sapuan hitam malam terasa memerihkan mata. Tiada panorama keindahan, tiada nilai seni seperti yang didendangkan para seniman. Semua terhampar hambar penuh gelap. Ya, gelap dengan iringan gemerincing lonceng yang entah dari mana sumbernya. Pokoknya melenggking, menggema dengan kekuatan maha hebat. Derai bunyi yang sulit dibahasakan dengan kata.
Makin lama gemerincing lonceng itu semakin menyayat. Bergemuruh dalam dada. Menjulur-julur seperti tangan raksasa yang hendak melumat apa saja. Oh, ini waktu demikian misteri. Bukankah zaman para Nabi sudah paripurna di telapak kaki Muhammad sang sayyidil mursalin? Mungkinkah Tuhan hendak mengubah skenario ayat-ayatNya di era milenia ini? Tampaknya imposible jika harus ada Nabi setelah Muhammad. Membangun isu akan terlahir Nabi baru sama dengan mengobral nasib untuk dihajar persepsi kurang manusiawi. Bayangkan bagaimana kejadian yang menimpa saudara kita dalam pencahariannya mencari Tuhan dengan mendaulat diri menjadi nabi bagi dirinya sendiri. Respon masyarakat dan komunitas yang fanatik terhadap satu dogma langsung mengklaim sesat. Aneh memang, klaim sesat datang begitu saja. Seakan manusia mau melangkahi Tuhan sebagai sang maha Segala. Menghakimi dengan keegoan dan keangkuhan. Padahal Tuhan itu belum pernah memvonis manusia Anu adalah lebih baik dari si Pulan. Dan sepertinya Tuhan tidak terlalu bodoh untuk menilai ikhtiyar hamba-hambaNya. Jangan-jangan yang dikalim sesat dalam pandangan manusia adalah yang paling baik di mata Tuhan. Demikian sebaliknya. Terkadang hidup memang penuh dengan bayang-bayang.
Misteri itu akan muncul kapan dan di mana saja berada. Karena itulah Tuhan kemudian mendapat posisi yang sangat sakral dan tidak bisa dijangkau oleh kekuatan apapun. Dan bukankah manusia belum mampu menjangkau kesakralan Tuhan dalam makna yang sangat sederhana?
Gemerincing lonceng itu terus saja menderu. Semkin lama kian terasa menghentak-hentak. Tampak rerumputan kering membenamkan diri ke bumi. Tangannya yang keriput memegang gemetar tangkai yang layu. Gemerincing lonceng itu terasa menusuk-nusuk. Makin lama gemanya semakin menjadi.
“Apakah hanya sebuah mimpi?” Kupandangi langit. Masih tampak seperti malam-malam sebelumnya. Penuh dengan bintang. Silau di tengah malam yang gulita. “Tidak, ini hanya sebuah mimpi!” masih kupandangi langit lepas. Menguatkan bahwa apa yang aku hadapi adalah sebuah realitas yang sesungguhnya.
Langit masih dipenuhi gemerincing bunyi itu. Gemuruhnya menelan dahaga rindu. Memporakporanda khusyuk semesta. Seperti jeritan Asra’il saat nyawa anak manusia dia hempas begitu saja.
“Tidak, semua hanya mimpi!” Aku hendak bediri. Tapi kakiku terasa lunglai. Tanpa tenaga. Seabad sudah aku menantiNya. Mencari sisa-sisa cahaya dalam makrifatku yang selalu ternoda. Aku teringat Rabi’ah yang tak pernah menduakan cintaNya. Penderitaan sang kekasih yang selalu ditekan dalam nyanyian rindu ingin bertemu denganNya. Kerlingan mataNya telah menyatu dengan dirinya. Pedih dan luka sukma bukan lagi suatu kekhawatiran. WajahNya lebih anggun dari semuanya. Aku, aku pun mulai mencariNya sebagai kekasih yang sesungguhnya.
Gemerincing lonceng itu terus menderu. Seperti menertawakan komat-kamit dzikir yang aku muntahkan. Menggaung-gaung di sudut angkasa dan meluluh lantakkan tebing-tebing dada. Aku bersujud merendahkan segala yang aku punya.
Malam pekat. Kota dan hutan-hutan seperti belum juga tampak. Pekat semakin kuat mencengkramkan kuku-kukunya. Sangat terasa betapa aku sangat kecil dalam kuasaNya.
“Salamun alaika?” Di tengah gemuruh gemerincing bunyi lonceng itu, sebuah suara menyaru dalam ketulusanku. Entah mengapa, lelehan air mata mulai tampak mengenangi pipi dan mata terdalamku. Taqarrubku semakin menggebu. Aku percaya Tuhan sebagaimana aku percaya bahwa di atas cahaya masih ada cahaya
“Wa alaika, salamullah wa rahmah.”Mataku terpejam. Insting makrifatku menangkap Dia hadir takjub. Tiba-tiba saja mahluk serba putih dengan sayapnya yang mengembang -sangat panjang- mematung dihadapan. Malaikatkah?
“Siapakah engkau?”
“Jibril”
“Jibril!?” Bagai disambar gledek, tubuhku langsung gemetar. Keringat meluncur deras dari pori-pori tubuh. Antara mimpi dan kenyataan aku menangkap serpihan ayatNya membius merdu dalam dada; rabbanâ ma khalqta hadzâ bâtilâ. Jibril, benarkah engkau sudi menghampiri aku yang hina ini?
“Bacalah!”
Pikiranku masih semraut. Aku belum yakin bahwa mahluk di hadapan adalah sang ruhul amin. Aku bergeming mendapati Jibril memerintahkan untuk membaca. Apa yang hendak dibaca?
“bacalah!”
“Jibril, apa yang akan aku baca!” Ulangku terbata.
“Bacalah!”
“Jibril, apa yang akan aku baca!” Jibril mengepakkan sayapnya. Merengkuh aku dalam bias putih tubuhnya. Aku dibawanya terbang melintas jagad. Melampauhi dunia dalam duniaNya. Menunjukkan titik-titik kehidupan dan penciptaan. Sampai akhirnya Jibril membisikkan satu ayat yang masih belum pernah aku dengar dalam kamus berkehidupan; tegakkan nilai-nilai kemanusiaan.
Di simpang jalan, dalam dunia yang tidak aku kenal, Jibril melepasku dengan sekuntum senyum. Silau wajahnya masih membekas dalam hati. Aku mencoba untuk membaca kembali pesan langit yang Jibril sampaikan. Ya, aku terus membaca, sampai akhirnya aku lupa apa yang sedang aku baca.
Sumenep, Oktober 2008
* Gerimisku; Jangan lupa berdoa, sayang!

berita yang aku tulis hari ini

SMP KTP DISPENDUKCAPIL/ ZAITURRAHIEM RM
SIBUK: Pegawai Dispendukcapil sibuk merampungkan ribuan KTP/KK

Satu Hari, Seribu KTP Mulai Berhasil Ditangani
Tapi Kinerja Dispendukcapil Tetap Disorot
SUMENEP-Ribuan warga pemohon kartu tanda penduduk (KTP) mulai bisa bernafas lega. Pasalnya, ancaman proses pembuatan KTP tertunda kini mulai bisa diatasi Dispendukcapil (Dinas kependuduakan dan catatan sipil) Sumenep. Itu setelah Dispendukcapil mendapat bantuan lima unit komputer dan scaner dari pihak Dinas Kependudukan (Dipenduk) propinsi jawa timur.
Seperti diwartakan koran ini, pada awalnya pihak Dispendukcapil hanya bisa menyelesaiakan 600 KTP dari sekitar 1000 pemohon dalam setiap harinya. Sehingga, bisa disimpulkan, dalam setiap harinya, ada sekitar 400 KTP yang tak terselesaikan. Alasan tertundanya proses penyelesaian ratusan KTP/KK tersebut, karena alat operasional di Dispendukcapil terbatas.
Kepala Dispendukcapil Sumenep, Bambang Sugeng menjelaskan, sebelumnya pihaknya memang tak mampu memenuhi penyelesaian KTP/KK dari ribuan pemohon yang datang ke kantornya. Sehingga, dengan sangat terpaksa ratusan KTP/KK yang ada, proses penyelesainnya ditunda pada keesokan harinya. Menurutnya, fasilitas yang serba terbatas yang dimilki pihaknya memperlambat proses penyelesaian KTP/KK tersebut.
Sehingga, kata dia kondisi tersebut wajar jika mendapat sorotan dari sejumlah warga. Namun, sorotan tersebut tak membuat pihaknya patah semangat. Bahkan, dengan kekurangan yang ada pihaknya terus berupaya memperbaiki. Salah satunya dengan mengagendakan penambahan alat operasional berupa komputer dan scanner. Hasilnya, ungkap dia satu minggu yang lalu alat-alat tersebut mulai bisa dipakai dan mampu merampungkan ratusan KTP/KK yang tertunda.
Kepada koran ini dia jelaskan, dengan bantuan sejumlah alat tesebut pihaknya mulai bisa mengatasi tumpukan berkas permohonan KTP/KK. Meski masih belum mencapai target yang maksimal. ”Kami bersyukur, karena ratusan KTP yang biasa tertunda sudah bisa diselesaikan,”imbuhnya.
Cuma, dia tambahkan, sejumlah alat-alat operasional tersebut masih dirasa kurang. Karena, dari seribu KTP yang berhasil diselesaikan, masih ada sisa KTP/KK yang belum terselesaikan. Tetapi, tuturnya sisa tersebut sudah lebih sedikit dari bulan sebelumnya.
Dia tambahkan, guna efektifitas proses pembuatan KTP/KK pihaknya kembali akan mendatangkan 15 alat-alat serupa bantuan dari pihak propinsi. Sehingga, dengan tambahan alat-alat tersebut pihaknya yakin keluhan masyarakat bisa diatasi. Bahkan, dia tegaskan tambahan alat tersebut akan mempercepat proses pembuatan KTP/KK. Diusahakan, tuturnya beberapa bulan lagi akan ada tambahan alat tersebut segera datang. “Supaya, proses pembuatan KTP lebih cepat,”lanjutnya.
Dikonfirmasi terpisah, Hasdani, salah seorang warga Kapedi yang juga pemohon KTP menjelaskan, kinerja dari pihak Dispendukcapil dinilainya belum maksimal. Alasannya, permohonan KTP/KK belum bisa diselesaikan dengan cepat. Bahkan, akunya KTP sejumlah warga hingga hari ini belum bisa diselesaikan oleh pihak Dispendukcapil.
Sehingga, dia berharap Dispendukcapil tak pernah henti berbenah. ”Saya berharap, ke depan pelayanan dan kinerja dari Dispendukcapil bisa lebih baik,”ungkapnya. (tur)

gerimisku hari ini

Dana Tipis, IPSI Tetap Semangat Berlatih

SUMENEP- Tipisnya persediaan dana tak membuat jajaran pengurus Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Sumenep kendor untuk berlatih. Bahkan, jadwal pembinaan bagi sejumlah atlet semakin ditingkatkan. Alasannya, mepertahankan prestasi yang diraih adalah sebuah amanat. Seperti, pembinaan bagi atlet kenamaan IPSI. Sebut saja seperti atlet Sunda Danuwari Sofa, Fifin Maulina serta sejumlah atlet lainnya.
Ketua IPSI, H Fathorrasyid Sofa menegaskan, pembinaan kepada sejumlah atlet tersebut untuk menjaga gairah tanding mereka serta menjaga stamina yang mereka miliki seperti saat menghadapi sebuah kejuaraan.
Menurut dia membina atlet untuk berhasil membutuhkan waktu yang panjang. Sehingga, jajarannya tidak ingin apa yang telah didapatkan para atletnya selama ini terbuang percuma. ”Mereka akan terus dilatih. Pembinaan akan terus berlanjut dan tak harus menunggu datangnya sebuah pertandingan,”ungkapnya.
Rasyid akui, selama ini pihaknya terus dihantui oleh tipisnya dana. bagaimanapun, aku dia dana menjadi bagian penting meraih kesuksesan. Tetapi, dalam perjalanannya, selama beberapa kali menggelar dan mengikuti event kejuaraan itu, IPSI berangkat dengan bekal dana yang minim.
Bahkan, terangnya uang pribadi sering dikorbankan demi lancarnya kegiatan. ”Meski dana tipis, prestasi bisa kami persembahkan,”imbuhnya.
Sehingga, dia berharap kondisi tersebut bisa mendapat perhatian dari pemerintah. Supaya semua agenda yang dicanangkan pihaknya (bahkan semua cabor yang ada) bisa berjalan dengan maksimal. Karena, tandasnya berkembang dan tidaknya dunia olah raga juga dipengaruhi oleh keseriusan dari pemerintah.
Dikonfirmasi terpisah Zainal Abidin, pemerhati Silat asal pragaan menegaskan, perjalanan silat (khususnya silat) di Sumenep belum berjalan efektif. Meski harus dia akui, selama ini sudah ada banyak peningkatan. Tetapi, peningkatan yang ada belum seberapa disbanding dengan kemajuan di luar daerah (luar Madura).
Dia menandaskan, lambatnya perkembangan tersebut karena kurangnya semangat kebersamaan dari semua pihak yang ada. Padahal, kemajuan sebuah olah raga ditentukan oleh kekompakan semua pihak. Sehingga, pemerintah, pemerhati, dan pengurus olah raga harus bahu membahu meengembangkannya. ”Jika hal itu bisa dimaksimalkan, maka olahraga di Sumenep akan maju,”imbuhnya (tur)

Mengenai Saya

Foto saya
Hidup adalah perjuangan ...